Kitateropong.com, BULUNGAN – Kurang lebih 3 tahun telah berlalu, pengadaan tanah untuk lokasi Kota Baru Mandiri (KBM) di kawasan Gunung Seriang Tanjung Selor yang diproyeksikan sebagai pusat pemerintahan Provinsi Kalimantan Utara (Kaltara), yang sebagian besar milik warga hingga kini belum juga kunjung usai. Penyelesaian ganti untung pembebasan lahan KBM bak benang kusut.
Persoalan ganti untung lahan KBM yang belum diketahui akhir ceritanya ini, seakan memaksa Ketua Dewan Pimpinan Provinsi (DPP) Lembaga Pemantau Penyelenggara Negara Republik Indonesia (LPPN-RI), Kaltara Aslin L, untuk berkomentar.
“Pembebasan lahan untuk pengadaan tanah KBM ini tidak ubahnya seperti benang kusut dan terkesan stagnan. Buktinya, barang ini sudah berjalan kurang lebih 3 tahun sejak tahun 2018 lalu hingga saat ini belum ada titik terang,” ujar Aslin, Selasa (19/10/2021).
Menurutnya, selama kurun waktu tersebut juga anggaran pergantian lahan KBM untuk pergantian ganti untung lahan warga terkena pembebasan dititipkan di Pengadilan Negeri (PN) Tanjung Selor Kabupaten Bulungan Provinsi Kaltara.
“Saat ini kami coba melakukan Koordinasi/konfirmasi dengan pihak–pihak terkait, seperti dinas Pekerjaan umum (DPU) Provinsi Kaltara, selaku pengadaan lahan dan Kantor Pertanahan Kabupaten Bulungan Provinsi Kaltara.” terang Aslin.
Sementara, Kepala Kantor Pertanahan Kabupaten Bulungan Wahyu Setyoko S.Sit, MH,
Kepada LPPN-RI saat ditemui di ruang kerjanya, Senin(18/10/2021) menjelaskan, inventarisasi terkait pengadaan tanah KBM itu sudah dimulai sejak tahun 2018, sehingga tahapan pelaksanaan pengadaan tanah itu secara tahapan di BPN sudah selesai dan sudah ada hasil pengadaannya.
“Kemudian, terkait dengan saat ini yang kami lanjutkan koordinasinya ke pengadilan. Nah, terkait dengan hasil inventarisasi saat ini, berdasarkan hasil di lapangan harga normatif yang sudah disusun oleh Satuan Tugas (Satgas) pengadaan tanah KBM saat itu, ada sengketa lahan bermasalah soal kepemilikan,” urai Wahyu Setyoko.
Dijelaskan, terdapat tumpang tindih kepemilikan, baik antar–segel dengan segel, segel dengan sertifikat dan ada juga sertifikat dengan sertifikat. Nah, terhadap bidang –bidang tanah yang memang terjadi sengketa seperti itu,” tegasnya.
Dipaparkan. Pertama, terjadi sengketa. Kedua, subyek hak pemegang haknya tidak diketahui keberadaannya. Ketiga, subyek jelas obyek jelas tidak ada sengketa, tapi keberatan terhadap nilai ganti untung, itu sesuai ketentuan PP Nomor 2 Tahun 2012 yang saat itu digunakan.
“Ini kita titipkan di pengadilan(PN) Tanjung Selor. Nanti, lembaga Peradilanlah yang memutuskan kepada siapa yang bersengketa,” kata Wahyu Setyoko.
Sekarang ini, lanjutnya, yang dilakukan menunggu proses pengadilan, sampai keluar keputusan yang ingkrah. “Tapi kami juga membantu dan menyambut gembira ketika ada pihak-pihak yang sengketa ini ketika masih proses persidangan masih berlangsung. Beliau– beliau mencapai kesepakatan,” katanya lagi.
Hal seperti itu, menurut Wahyu Setyoko, membantu pihaknya untuk memfasilitasi apabila ada kesepakatan.“Kepada pihak sengketa ini, kami bantu untuk kita tempuh dengan akta perdamaian,” tuturnya.Akta perdamaian yang sudah dibuat kemudian mereka juga bersepakat ditangani oleh mediator independen, akan dibantu prosesnya.
“Nanti kita bantu proses lebih lanjut, dibantu oleh seksi pengadaan tanah, dicatatkan, diregister di kantor pengadilan. Apabila sudah di register menjadi semacam kesepakatan para pihak, baru kita buatkan pengantar pembayaran ke pengadilan(PN),” terang Wahyu Setyoko serius.
Sementara, warga-warga yang lahannya terkait dengan kasus tersebut sangat berharap ganti untung segera terwujud. Pasalnya, sudah sekitar tiga tahun kasus ini masih ngambang alias belum ada kejelasan.*
Editor : Suryo Wartawan : Selamat AL